BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indoesia
memang meilki banyak sejarah yang sangat menarik untuk dikaji, baik saat
indonesia belum merdeka sampai indonesia merdeka. Satu hal yang paling menarik
dari sejarah Indonesia adalah banyaknya kerajaan atau kesultanan yang ada pada
abad pertengahan. Beberapa kerajaan besar berdiri di indonesia.Kerajaan
tersebut tersebar di berbagai pelosok di negeri ini, dari pulau sumatera hingga
pulau Irian dan yang paling ada di pulau jawa. Kebanyakan kerajaan di pulau
jawa memiliki corak agama islam sehingga sering tidak disebut kerajaan
melainkan sebuah kesultana
Salah
satu kesultanan yang ada di pulau jawa yaitu kesultanan Banten, Kesultanan ini
terletak di bagian barat pulau jawa tepatnya di provinsi banten. Kerajaan
Banten memiki banyak budaya dan ciri khas yang berbeda dengan beberapa kerajaan
yang ada indonesia. Meskipun Kerajaan Banten tidak termasuk suatu kesultanan
karena masa berdirinya singkat. Kerajaan Banten hanya mencapai puncaknya pada
saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari latar Belakang diatas Peneliti
meras tertarik untuk melakukan sebuah pengkajian yang berjudul “ Kesultanan
Banten”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
Sejarah kesultanan Banten?\
2. Dimanakah
letak atau posisi kesultanan Banten?
3. Bagaimanakah
aspek kehidupan di kesultanan Banten?
4. Siapa
raja-raja yang pernah memerinta di kesultanan Banten?
5. Warisan
apa sajakah yang berasal dari kesultanan Banten?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah kesultanan Banten.
2. Untuk
mengetahui letak atau posisi kesultanan Banten
3. Untuk
mengetahui aspek kehidupan di kesultanan Banten.
4. Untuk mengetahui raja-raja yang pernah
memerintah di kesultanan. Banten.
5. Untuk
mengetahui warisan yang ditinggalkan dari kesultanan Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kesultanan Banten
1. Berdirinya Kesultanan Banten
Kesultanan
Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat.
Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan
Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi
ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu
pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang),
Sunda Kalapa dan Cimanuk. Sejarah utama berdirinya kerajaan Banten bermulai saa
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari
Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama
Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat
dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf
wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada
anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih
terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini
dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
2. Puncak Kejayaan
Kerajaan
Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah
atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan
Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju
pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut
kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam
Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh
kesultanan Banten.
3. Penurunan
Setelah
meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di
Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat
persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar
tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di
Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara
keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas
ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada
masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di
antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang
berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa
perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
4. Penghapusan Kesultanan
Pada
tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810,
memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari
serangan Inggris.[19] Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan
ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan
yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah
Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan
penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan
(Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia.
Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa
wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.[20]
Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial
Inggris.[21] Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.
Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan
Banten.
B. Letak Kesultanan Banten
Kerajaan
Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di
Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan
Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk
membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja
Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut
kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut
berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan
berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak
memperluas wilayahnya.
C. Aspek Kehidupan Kesultanan Banten
1. Kehidupan Politik
Berkembangnya
kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di
kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang raja-raja yang
memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut ini. Silsilah
Raja-raja Banten sampai dengan Sultan Agung Tirtayasa Setelah Anda menyimak
silsilah raja-raja Banten tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa dalam
perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan
Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah kekuasaannya antara lain
Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada
di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan raja
Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah
Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang
banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan
Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan
Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang. Dengan
dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di
Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan
berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak
keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai
bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada
awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena
kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari
Banten dan menetap di Jayakarta. Anda tanyakan kepada guru bina Anda,
selanjutnya dapat Anda simak uraian materi berikutnya. Selain mendirikan
benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi
Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya
kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan.
Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga
Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC. Dalam rangka menghadapi
Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan
perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda
menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng
Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera)
antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik
adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda
dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji,
yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan
kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di
Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan
Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani
perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan
merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan
bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat
terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena
VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten
sejak saat itu berfungsi sebagai boneka. Demikianlah uraian materi tentang
kehidupan politik kerajaan Banten. Dari uraian tersebut, apakah Anda memahami?
Kalau Anda sudah paham, simaklah uraian materi selanjutnya.
2. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan
Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda
merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran
dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten
sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai
bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang
terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah
penghasil bahan ekspor seperti lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga
meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta
membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar
arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan
ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di
pedalaman.
3. Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan
masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan
pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka
karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para
pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di
Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan
Pecinan (Cina) dan sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di
atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung
Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung
Kauman (para ulama). Dalam bidang kebudayaan : kerajaan Bnaten pernah inggal
seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari
Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku.
Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu
Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia
wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam
bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya
yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya. Salah satu contoh
wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan
wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.
D. Raja-raja yang Pernah Berkuasa Di Kesultanan Banten
• Maulana
Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 – 1570
• Maulana
Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 – 1585
• Maulana
Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596 • Sultan Abu
• l-Mafakhir
Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 – 1647
• Sultan
Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 – 1651
• Sultan
Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
• Sultan
Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 – 1687
• Sultan
Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 – 1690
• Sultan
Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 – 1733
• Sultan
Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747 • Ratu Syarifah Fatimah
1747 – 1750
• Sultan
Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773 • Sultan Abul Mafakhir Muhammad
Aliuddin 1773 – 1799
• Sultan
Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803 • Sultan Abul Nashar
Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 – 1808
• Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 – 1813
•
E. Warisan Kesultanan Banten
Setelah
dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan
kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten
dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian
dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan
masyarakatnya untuk menjadikan kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan
otonomi, reformasi pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten
sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2000. Selain itu masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan
etnik tersendiri yang diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada
masa kejayaan Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan
masyarakat Banten sebagai salah satu kekuatan yang dominan di Nusantara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
Pembahasan diatas penyusun dapat menyimpulkan berberapa hal pokok sebagai
berikut:
1. Kesultanan Banten
berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat.
Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak
merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten
yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan
salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
2. Kerajaan Banten
yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat
Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran.
Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung
kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya
3. Aspek kehidupan
Kesultanan Banten meliputi: Aspekkehidupan politik, aspek kehidupan ekonomi,
dan aspek kehidupan sosial dan budaya.
4. Kesultanan banten
sepanjang sejaarahnya diperintah oleh beberapa raja dan saat pemerintahan
sultan agung tertiyasa kesultanan banten mengalami masa kejayaan.
5. Setelah
dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan
kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten
dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian
dari Provinsi Jawa Barat.
B. Saran
Saran
Penyusun adalah agar masyarakat lebih mempelajari sejarah-sejarah yang ada di
indonesia, salah saatunya memahami tentang kerajaan yang ada di indonesia.
Salah satu
DAFTAR
PUSTAKA
http://lpunrt.blogspot.co.id/2012/03/makalh-sejarah-kesultanan-banten.html#axzz4IWf3kr4W,
Diakses Tanggal 27/08/2016
Comments
Post a Comment